Senin, 02 Januari 2012

Sejarah Sultan Osman Melamar Tengku Raja Siti

Sultan Osman melamar Tengku Raja Siti, Asahan

Seperti jelas dalam paragrap-paragrap yang lalu, negeri  Asahanlah yang sebegitu jauh belum terajak menjadi teman peserta dalam kerjasama negeri-negeri di Pesisir Melayu yang dipelopori Deli. Padahal negeri Asahan sebuah negeri yang cukup terpandang.
Menurut Siak,  Yang dipertuan Asahan lebih tinggi martabatnya dari pada raja-raja yang lain,taklukan Siak. Jadi, Yang dipertuan Asahan itu lebih tinggi martabatnya dari raja-raja Deli. Serdang dan Langkat.
Tersebutlah, bahwa raja Siak Sultan Isma’il Abduljalil Rahmatsyah berutang budi kepada  raja Asahan, Abduljalil, sehingga raja Asahan ini dikaruniai pangkat Yang dipertuan, sedangkan raja-raja yang lain hanya berpangkat Sutan (bukan Sultan atau Peny) atau Pangeran saja.
Peristiwanya begini.
Setelah raja Siak, Raja Kecil, yaitu Sultan Abduljalil Rahmatsyah, mangkat, naik nobatlah pengganti almarhum, puteranya yang bernama Raja Alam, akan tetapi raja ini ditentang oleh saudaranya, Raja Muhammad, yang juga menghendaki takhta kerajaan Siak.
Raja Alam mangkat pada tahun 1766 Masehi, digantikan oleh puteranya, Raja Muhammad Ali. Raja inipun ditentang juga oleh saudaranya sewali, Raja Isma’il, anak Raja Muhammad.
Raja Isma’il yang didukung oleh rakyat, bahkan mendapat bantuan pula dari raja Asahan, Abduljalil, berhasil merebut takhta kerajaan Siak pada tahun 1771 Masehi. Raja Isma’ilpun menjadi Sultan Siak bergelar Abduljalil Rahmatsyah.
Begitulah peristiwa raja Siak yang berutang budi kepada raja Asahan, lalu raja Asahanpun dikaruniai pangkat Yangdipertuan, sedangkan raja Siak berpangkat Yangdipertuan Besar. Padahal, tidak pernah mengaku takluk kepada Siak, melainkan hanya mengaku bersultan ke Aceh.
Maka sudah tertentu akan besar sekali artinya, manakala Asahanpun turut mengambil bahagian dalam kerjasama negeri-negeri Pesisir Melayu seperti yang sudah dipelopori pada masa itu oleh Deli dengan rajanya Sultan Osman dan orangbesarnya Datuk Syahbandar Rahmat.
Lalu, apakah itu suatu gagasan kebijaksanaan dari Datuk Bandarrahmat atau suatu keinginan Sultan Osman sendiri ataupun mungkin hasil mufakat bersama dari keduanya, yang sudah jelas adalah, bahwa pada tahun 1267 Hijriyyah (1851 Masehi) Datuk Bandarrahmat bertolak ke Asahan, menyampaikan lamaran Sultan Osman kepada Tengku Raja Siti, adinda Yangdipertuan Negeri Asahan, Husinsyah.

Agaknya selama ini mengajak Asahan turut mengambil bahagian dalam kerjasama negeri-negeri di Pesisir Melayu dengan Deli sebagai pelopor, bukanlah suatu perkara ringan. Tidak selancar mengajak negeri-negeri Langkat, Serdang dan para Datuk negeri Batubahara. Tentulah karena berbagai sebab dan alasan pula.
Sebagai keturunan Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam Negeri Aceh, memang Yangdipertuan Negeri Asahan turun-temurun pantas setia kepada Sultan Aceh, dan tidak mengenal takluk kepada Siak.
Untuk mengajak Asahan, supaya tidak lagi beraja ke Siak, memang, justru karena alasan seperti tersebut diatas, sudah bukan soal. Akan tetapi, kalau mau mencoba pula membujuk Asahan, supaya tidak lagi menjadi sebuah negeri andalan Aceh di Pesisir Melayu, nanti dulu! Ini jelas suatu perkara lain dan bukan mudah, mengingat Asahan begitu setia kepada negeri leluhurnya.
Dalam pada itu yang tetap tidak hilang dari keinginan Deli ialah, walau bagaimanapun juga, supaya Asahan itu jadi juga dapat diajak menjadi negeri sekutu, mau bekerjasama dengan Deli, sehingga akan bulatlah tercipta suatu Pesisir Melayu yang sejajar, tegak sama tinggi, duduk sama rendah, baik dengan Siak di sebelah tenggara, maupun dengan Aceh disebelah baratlaut. Itulah soalnya.
Hendaklah pula diingat, bahwa pada masa itu nilai-nilai social kultural hubungan keluarga masih terjunjung tinggi. Besar sekali pengaruhnya sebagai faktor penyatukan, bukan hanya orang dengan orang, keluarga dengan keluarga, bahkan juga negeri dengan negeri!
Demikianlah dapat kita lihat atau kita jejaki kemungkinan besar latar belakang lamaran Sultan Osman yang disampaikan oleh Datuk Bandarrahmat ke negeri Asahan itu.
Bahwa lamaran itu ternya memang disangkutpautan dengan kepentingan politik dan diplomasi, nampak juga dari siasat yang tidak kalah lihay dari pihak Asahan sendiri pada waktu menerima lamaran itu. Jelasnya, Asahan dapat menerima baik lamaran itu dengan syarat, apabila nanti perkawinan Sultan Osman dengan Tengku Raja Siti melahirkan putera laki-laki, hendaklah putera itu kelak dirajakan di negeri Deli. Dialah bakal Sultan Deli. Padahal, pada waktu itu Tengku Besar, bakal Sultan Deli, sudah diterapkan, yaitu yang ditabakan menjadi Sultan Mahmud Perkasa Alam Negeri Deli, putera Sultan Osman Dan Wan Kemala dari keluarga Datuk Hamparanperak. Ketetapan itu sudah tidak bisa terubahkan lagi. Maka, jika demikian lamaranpun tidaklah dapat diterima oleh Asahan. Ini berarti, misi Datuk Bandarrahmat ke Asahan mengalami kegagalan, tentu memalukan!
Akan tetapi cepat Datuk Bandarrahmat melihat dan menemukan suatu jalan keluar, supaya misinya ke Asahan itu, walau bagaimanapu tertolong dari ancaman kegagalan.
Jalan keluar apakah yang ditemukannya itu?
Datuk Bandarrahmat menawarkan negerinya sendiri, Bedagai!
Oleh karena ketetapan bakal Sultan Deli sudah tidak terubahkan lagi, maka Datuk Bandarrahmat menawarkan, bagaimana jika Bedagai yang dipilih untuk menjadi negeri yang bakal dirajai putera laki-laki yang nantinya lahir dari perkawinan Sultan Osman dan Tengku Raja Siti?
Ternyata, tawaran yang kemudian inipun dapat diterima oleh Asahan, tetapi dengan syarat, harus dibuat perjanjian oleh Datuk Bandarrahmat menyerahkan negerinya itu, hitam diatas putih, untuk bakal negeri putera laki-laki Sultan Osman dengan Tengku Raja Siti.
Baik! Datuk Bandarrahmat menyanggupi memenuhi syarat tersebut. Dipersiapkanlah surat perjanjian penyerahan negeri Bedagai oleh Datuk Bandarrahmat. Akn tetapi justru pada saat itulah sampai hukum Datuk Bandarrahmat, mendadak beliau jatuh sakit. Tidak dijelaskan oleh riwayat sejarah, apa sakit beliau. Beliau berpulang kerahmatullah sedang di negeri Asahan itu. Tidaklah sempat beliau menandatangani surat perjanjian penyerahan negeri Bedagai yang sedang dipersiapkan. Dengan demikian perkawinan Sultan Osman dengan Tengku Raja Siti belum berlangsungkan.
Datuk Muhammad Basyir yang sudah bertolak meninggalkan Aceh, balik ke Pesisir Melayu setelah menerima kabar bapanya telah  berpulang kerahmatullah, sampai di negeri Asahan.
Dua macam tugas mendesak, menanti beliau disini. Mengurus jenazah bapanya beliau dan menandatangani surat perjanjian penyerahan negeri Bedagai oleh bapa beliau almarhum.
Oleh karena Datuk Bandarrahmat tidak sempat menandatanganinya, maka sebagai pewaris almarhum, Datuk Muhammad Basyir, anak yang sulung itulah yang berhak menandatangani surat perjanjian penyerahan negeri Bedagai yang sudah dipersiapkan, supaya jadi berlaku.
Selesai penandatanganan surat perjanjian itu, dilangsungkanlah perkawinan Sultan Osman dan Tengku Raja Siti di negeri Asahan. Akan tetapi tiadalah lagi sejak itu Sultan Osman didampingi orangbesarnya Datuk Bandarrahmat, orangbesar andalannya yang sudah almarhum.
Sudah banyak perkhidmatan oleh Datuk Bandarrahmat yang turut membuat harum nama negeri Deli sebagai Pelopor, primus inter pares, dalam kerjasama negeri-negeri di Pesisir Melayu. Sayang, Datuk Bandarrahmat tidak sempat menangani sahamnya sampai bulat selesai guna merealisasikan gagasan suatu Pesisir Melayu yang bersatu, yang kedalamnya didambakan, agar Asahan turut menggabungkan diri. Baru terintis pada tahap menghubungkan kedua negeri, Deli dengan Asahan, dari jurusan pertalian keluarga.
Tiada pula pengganti, penerus Datuk Bandarrahmat almarhum. Sesudah beliau tiada lagi, peranan Deli bukannya menambah meningkat. Bahkan sebaliknya, babak kemelutlah yang sudah menanti!
Sultan Osman tidak lama lagi di negeri Asahan. Segera Sultan balik ke Deli. Tinggal Tengku Raja Siti di Asahan.
Tiada prakasa baru dari Deli sebagai tindak lanjut sesudah Tengku Raja Siti, adinda Yangdipertuan dinegeri Asahan, berhasildilamar. Bukanlah maksud yang lebih jauh daripada itu hemdak mengajak Asahan, negeri yang cukup terpandang itu, menjadi sekutu yang dapat bekerjasama dengan Deli?

Kemelut Sepeninggalnya Datuk Bandarrahmat
Datuk Rahmat Syahbandar Putera Raja Negeri Deli berpulang kerahmatullah di negeri Asahan pada hari Jum’at pagi, pukul delapan, 8 haribulan Jumadil-Akhir 1267 bersamaan dengan tanggal 9 April 1851.
Jenazahnya dibawa oleh anaknya, Datuk Muhammad Basyir, Muhammad Basyir, mulanya, menurut suatu riwayat, hendak dimakamkan di negeri Begadai. Di negeri ini Datuk Muhammad Basyir tinggal.
Akan tetapi setiba diperairan Batubahara, rombongan Datuk Muhammad Basyir yang membawa jenazah bapanya dari negeri Asahan itu, dihadang oleh adiknya yang di Bogak, Datuk Muhammad Baqi.
Menurut Muhammad Baqi, jenazah Datuk Bandarrahmat harus dikebumikan di Bogak Batubahara. Datuk Bandarrahmat orang Bogak, ke Bogak juga ia harus balik. Dari Bogak asalnya, ke pangkuan Bogak juga harus kembalinya. Begitu dengan tegas pendirian anak almarhum yang di Bogak Batubahara itu.
Datuk Muhammad Basyir setuju dengan pendirian adiknya. Maka didaratkanlah jenazah Datuk Bandarrahmat, dikebumikan dibelakang mesjid Bogak. Memang sudah takdir rupanya, bumi Bogak Batubahara juga yang meminta balik Datuk Bandarrahmat, orang yang dari sana asalnya.
Tiada catatan atau riwayat memperinci, apakah pemakaman jenazah Datuk Bandarrahmat di Bogak Batubahara itu dihadiri juga oleh para orangbesar dari negeri-negeri lain.
Pada batu nisannya terpahat tulisan berhuruf Arab :
Sanah 1267 Hijratun-Nabi, pada 8 haribulan Jumadil-Akhir pukul 8 waktu dluha, dewasa itu adalah Datuk Syahbandar Putera Raja kembali kerahmatullah meninggalkan negeri yang fana, mendapatkan negeri yang baqa, rahmatullahi ‘alaihi. Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’uun.”
Seperti sudah disbeut terdahulu, batu nisan yang dipasang di makam Datuk Bandarrahmat adalah dari Aceh, dibawa Datuk Muhammad Basyir waktu pulang ke Pesisir Melayu.
Yang menarik perhatian disini ialah, bahwa dalam tulisan pada batu nisan itu tiada disebut namdiri almarhum, RAHMAT. Hanya gelarnya saja. Itupun tidak lengkap. Tiada disebutka “Negeri Deli”nya. Sehingga , bagi orang kemudian, yang tiada mengetahui sejarah almarhum, tentu tidak jelas, apakah Datuk Syahbandar Putera Raja itu orangbesar negeri Batubahara itu sendiri, sebab makamnya didapati di negeri ini. Padahal, almarhum dahulu seorang orangbesar negeri Deli. Lalu, kalau begitu,orang bertanya pula, mengapa almarhum jadinya berkubur di negeri Batubahara ? Mengapa tidak di negeri Deli ?
Inilah suatu kelainan dalam sejarah Datuk Bandarrahmat. Beliau orang Bogak Batubahara. Menjadi seorang orangbesar negeri Deli, berdudukan di Deli. Berpulang kerahmatullah di Asahan, di makamkan di Bogak Batubahara!
Tiada diperoleh kejelasan, apakah mengenai pemakaman jenazah Datuk Bandarrahmat ada dilakukan suatu pendekatan oleh Sultan Osman, supaya jenazah orangbesar negeri Deli itu dibawa ke negeri Deli, biar disini dikebumikan.
Selesai pamakaman jenazah Datuk Bandarrahmat di Bogak Batubahara, baliklah Datuk Muhammad Basyir ke Bedagai.
Dari segi hukumnya, sesuai dengan surat perjanjian penyerahan negeri Begadai yang sudah ditandatangani Datuk Muhammad Basyir, negeri Bedagai sudah dalam keadaan tercadang untuk dirajai nanti oleh putera laki-laki Sultan Osman dengan Tengu Raja Siti. Akan tetapi selama putera yang dimaksud itu belum lahir, jelas, pihak Asahanlah, dalam hal ini Tengku Raja Siti, adinda Yangdipertuan Husinsyah, yang berhak atas negeri Bedagai. Ini konsenkuensi daripada penyerahan negeri Bedagai, demi memenuhi syarat kepada pihak Asahan, yang hanya dengan demikian baru dapat memuluskan lamaran dari Sultan Osman kepada Tengku Raja Siti.
Berdomisilinya Datuk Muhammad Basyir di negeri Bedagai, sesudah negeri ini diserahkan, adalah sekaligus sebagai penerima amanah guna menengok-nengokan, mengamati negeri ini dalam masa peralihannya, sampai siap untuk dirajai oleh bakal rajanya. Dalam hal ini sudah tentu Datuk Muhammad Basyirpun harus pula berorientasi ke Asahan. Mungkin di sinilah letak kunci rahasia yang pelik daripada kemelut yang terjadi berikutnya.
Seperti sudah dikatakan, Sultan Osman tidak nampak berharap menanam pengaruh lebih jauh di Asahan. Sultanpun balik ke Deli dengan Tengku Raja Siti tinggal di Asahan. Apakah sebagai rentetan daripada itu Sultan lalu cenderung kepada menintahkan tinjau kembali penyerahan negeri Bedagai, dimana Datuk Muhammad Basyir yang telah menandatangani surat perjanjian penyerahan negeri Bedagai itu justru sudah berorientasi pula ke Asahan?
Yang jelas, Sultan Osman menintahkan Datuk Muhammad Basyir datang menghadap ke Deli, sedangkan Datuk Muhammad Basyir tiada menjujung titah itu. Beliau tetap di Bedagai. Melihat kepada tradisi, tidak mungkin Datuk Muhammad Basyir tega begitu saja menampik titah Sultan Osman, kalau bukan karena ada suatu sebab ataupun alasan yang bersifat amat mendasar sekali. Riwayat ada mengatakan, bahwa Datuk Muhammad Basyir menolak peninjauan kembali perjanjian penyerahan negeri Bedagai yang sudah berlaku itu. Bak kata bidal, apa yang sudah diludahkan, pantang dijilat kembali. Namun ini bagi Datuk Muhammad Basyir bukan pula tanpa resiko.
Oleh karena beliau tidak menjunjung titah supaya datang menghadap ke Deli, Sultan Osmanpun Murkalah. Apalagi di Deli ada pula yang mengipas, memburuk-burukan Datuk Muhammad Basyir sebagai seorang yang sudah “besar kepala”. Mentang-mentang, katanya, sudah bergelar di Aceh itu! Ada juga yang mengatakan Datuk Muhammad Basyir sudah “bermuka dua”. Tidak cukup meyembah ke Deli, sekarang condong pula ke Asahan.
Melampiaskan murkanya kepada Datuk Muhammad Basyir, Sultan Osman menintahkan pasukan penghukum menyerang negeri Bedagai guna menagkap Datuk Muhammad Basyir. Agaknya, supaya Datuk ini mempertanggungjawabkan, mengapa dan bagaimana maka dia sampai ingkar begitu.
Begitu rukunnya dahulu Datuk Bandarrahmat dengan Sultan Osman, lebih-lebih karena keduanya bersaudaraangkat, tiba pada anak, kemudian, terjadilah suatu pertentangan yang tidak terelakan lagi diantara Sultan Osman di satu pihak dan Datuk Muhammad Basyir di pihak lain.
Sungguhpu demikian, hubungan Sultan Osman dengan keluarga Datuk Bandarrahmat tidak putus sama sekali. Encik Nalang, jandabalu Datuk Bandarrahmat almarhum, seperti sudah dikatakan, sudah pula menjadi isteri Sultan Osman. Encik Nalang itu ibu anak-anak Datuk Bandarrahmat yang bertiga orang seibu-sebapa. Muhammad Bakir, Hud dan Abdullah. Ketiga orang bersaudara seibu-sebapa ini tidak turut terbawa rendong ke dalam konflik Sultan Osman – Datuk Muhammad Basyir, meskipun Datuk ini abangkandung, saudara sebapa, ketiga orang bersaudara seibu-sebapa itu.


ANAK-ANAK DATUK BANDARRAHMAT
1.Deli menyerang Bedagai
Pasukan yang dititahkan Sultan Osman perkasa Alam negeri Deli menyerang Bedagai, dipimpin oleh Panglima Daud, anak Daeng Selasa, seorang yang berasal dari keturunan bangsawan Bugis.
Mendapat informasi, bahwa pasukan dari Deli bakal datang menyerang Bedagai, Datuk Muhammad Basyirpun tidak tinggal diam. Segera beliau mengatur persiapan, menyiapkan pasukan guna menangkis serangan yang bakal datang. Pasukan yang dipercayakan bakal menyambut serangan dari laut, dipercayakan pimpinannya kepada Orangkaya Ma’mun. Pasukan-pasukan di garis belakang, di sebelah pedalaman, dipimpin oleh Orangkaya Fajar dan Orangkaya Atih. Persiapan pertahanan ini nampaknya memperhitungkan serangan yang bakal datang dari Deli itu, datangnya dari laut, dari kuala Bedagai, menyerbu ke darat.
Akan tetapi Panglima Daud dengan pasukannya masuk dari kuala Sialangbuah dekat perbatasan negeri Bedagai dengan negeri Serdang, lalu ke Pematangpauh dan dari arah memutar memukul pertahanan Bedagai dari belakang! Ini suatu kejutan bagi pasukan-pasukan yang di bawah pimpinan Orangkaya Fajar dan Orangkaya Atih. Semangat mereka terus patah, lalu mereka membelot, menyeberang ke pihak pasukan Panglima Daud! Betapa terpukulnya Datuk Muhammad Basyir! Terpaksa pertahanan beliau, yang semula yang sudah dihadapkan kelaut, diputar menghadap ke pedalaman, dengan pasukan yang tetap setia kepadanya di bawah pimpinan Orangkaya Ma’mun dikawasan kampung Nagur. Kesanalah Datuk Muhammad Basyir mengundurkan diri. Kemudian dengan melalui kampung Pematangkuala, kawasan perkampungan sanak keluarga Orangkaya Ma’mun sampailah Datuk Muhammad Basyir kepantai. Di sini beliau baru bertemu dengan temannya orang Cina, Baba Yu Beng, yang sudah tiba dari semenanjung Melayu ( Malaysia Barat Sekarang) dengan membawa dua orang “ahli perang”. Yang seorang Panglima Katap, yang seorangnya lagi orang Siam, konon seorang ahlisihir perang.
Akan tetapi Datuk Muhammad Basyir berpendapat sudah tiada gunanya meneruskan perlawanan. Mungkin membelotnya pasukan-pasukan beliau ke pihak Panglima Daud itu lebih merupakan pukulan bagi beliau, daripada serangan pasukan Deli yang dipimpin oleh Panglima Daud.
Kekalahan yang diderita Datuk Muhammad Basyir melawan serangan dari Deli itu, menurut catatan, terjadi pada 29 haribulan Jumadil-Akhir 1269 bersamaan tanggal 8 April 1583.
Kesokan harinya, pada 1 haribulan Rajab 1269, dengan di temani Baba Yu Beng, temannya orang Cina itu, berlayarlah Datuk Muhammad Basyir meninggalkan Bedagai, menuju Aceh, ya, guna menghadap dan melapor ke bawah duli Sultan Ibrahim ‘Alauddin Mansyursyah, sekaligus bapaangkatnya!
Jika memang tujuan serangan pasukan dari Deli ke Bedagai, yang dipimpin panglima Daud itu, untuk menangkap Datuk Muhammad Basyir dan membawanya menghadap ke Deli, jelas, tujuan itu tidak tercapai.
Sepeninggal Datuk Muhammad Basyir bertolak ke Aceh, Bedagai diduduki oleh Panglima Daud sebagai kuasa dari Deli. Padahal, negeri Bedagai secara hukum sudah menjadi hak pihak Asahan, sesuai dengan surat perjanjian penyerahan negeri itu yang sudah ditandatangani Datuk Muhammad Basyir dan sudah berlaku. Oleh sebab itu Deli dengan pasukan penyerangnya yang dipimpin Panglima Daud itu menduduki dan menguasai negeri Bedagai hanyalah de facto. Bukan penguasaan de jure.
Tidak didapat kejelasan, apakah pihak Asahan ada memberikan sesuatu reaksi terhadap tindakan sepihak dari Deli ke atas negeri Bedagai itu. Akan tetapi memang perkembangannya menurut ukuran waktu pada masa itu begitu cepat pula, peristiwa bersusul peristiwa seperti yang akan di uraikan sebagai berikut. Sehingga, oleh karena itulah agaknya pihak Asahan merasa tidak perlu tergesa-gesa mengambil sesuatu langkah sebagai reaksi terhadap tindakan sepihak dari Deli itu. Walau bagaimanapun kemelut negeri Bedagai itu akan selesai juga.
Yang jelas, surat perjanjian penyerahan negeri Bedagai yang sudah ditandatangani Datuk Muhammad Basyir dan menjadi pegangan yang sah bagi pihak Asahan, tidak akan batal segitu saja oleh tindakan sepihak dari Deli itu. Delipun tidak pula berhasil mendakwa Datuk Muhammad Basyir, oleh karena Datuk ini tidak tertangkap oleh Panglima Daud dengan pasukannya.  Bahkan, Datuk Muhammad Basyir sudah lepas berlayar menuju Aceh. Oleh sebab itu perkaranya belum selesai.
Yang tinggal pada waktu itu di Bedagai ialah ahlibait Datuk Muhammad Basyir. Di antaranya ibukandung beliau, Encik Dayang, ibutiri beliaau Encik Besar Hitam Zaujah (isteri pertama Datuk Bandarrahmat) dan isteri Datuk Muhammad Basyir sendiri, Encik Safiah Binti Panglima Muhammad Tahir, dari keluarga Syah Bandar Adam.
Syahbandar Adam berputera tiga orang laki-laki, Haji Muhammad ‘Isa, Qasim dan Haji Muhammad
Haji Muhammad ‘Isa bapa Muhammad ‘Aqib, yang setelah kemelut negeri Bedagai mereda, oleh Deli digelarSetia Maharaja Negeri Bedagai.
Qasim bapa Panglima Muhammad Tahir. Jadi Panglima Muhammad Tahir, bapa Encik Safiah dan mentua Datuk Muhammad Basyir saudara sewali Datuk Muhammad ‘Aqib Setia Maharaja Negeri Bedagai. Sama-sama cucu Syahbandar Adam.
Oleh Panglima Daud, ahlibait Datuk Muhammad Basyir yang tinggal di Bedagai itu, diantara Encik Safiah dengan mentua Encik Dayang, dan Encik Hitam Zaujah, ditawan dan diasingkan ke Bandarkalipah, Padang. Pada waktu itu Encik Safiah sedang mengandung. Pada bulan Syawwal 1269 Encik Safiah dalam tawanan Panglima Daud di Bandarkalipah Padang itu melahirkan anaknya yang alang, laki-laki, itulah Datuk Jamaluddin.
2. Pamer kekuasaan Aceh ke Pesisir Melayu
Sudah diutarakan terdahulu, bahwa penobatan putera pengganti Tengku Amaluddin Sutan Panglima Mengedar Alam Negeri Deli oleh Deli sendiri menjadi Sultan Osman Perkasa Alam Negeri Deli, tanpa lebih dulu memohon dan mendapat izin dari Aceh, telah membuat murka Sultan Ibrahim ‘Alauddin Mansursyah. Menobatkan sendiri Sultannya itu berarti, Deli sudah terang-terangan tidak menghiraukan lagi kedaulatan Sultan Aceh, yang Deli ada di bawahnya. Bagaimana Sultan Ibrahim tidak merasa tersinggung dan murka! Namun, seperti sudah dikatakan, Baginda pada waktu itu tiada mengambil sesuatu tindakan langsung menghukum “kenakalan” Deli itu. Jikapun ada tindakan, hanyalah secara kebetulan, yaitu Baginda merintahkan penahan Datuk Muhammad Basyir, anak sulung Datuk Bandarrahmat, tatkala singgah di Banda Aceh dalam pelayaran pulang dari anakbenua India ke Pesisir Melayu. Itupun sudah berkesudahan dengan pembebasan kembali Datuk Muhammad Basyir. Bahkan, Datuk ini diambil menjadi anakangkat oleh Baginda dan dianugerahi gelar Panglima Deli Lela Bangsawan Seri Setia Raja.
Sekarang, Datuk Muhammad Basyir itulah yang datang menghadap dan melapor ke bawah duli Baginda Sultan di Banda Aceh Kota Darussalam, setelah Datuk mengalami perlakuan tindakan sepihak dari Deli seperti yang sudah diuraikan.
Maka sekali ini Sultan Ibrahim tidak lagi menahan diri. Sekaranglah waktunya tiba bagi Baginda memperlihatkan, bahwa Sultan Aceh itu masih tetap Sultan yang kedaulatannya menjangkau negeri-negeri Pesisir Melayu.
Jika pada tahunyang lalu (1269 Hijriyyah) Sultan Osman menintahkan suatu pasukan dari Deli dibawah pimpinan Panglima Daud menyerang negeri Bedagai untuk menangkap Datuk Muhammad Basyir, maka pada tahun ini pula (1270 Hijriyyah) Sultan Ibrahim menintahkan suatu angkatan armada kesultanan Aceh bergerak menuju Pesisir Melayu, Deli pada khususnya, dengan kekuatan sebanyak duaratus buah penjajap (perahu perang) Aceh dibawah pimpinan putera Baginda sendiri, Tuanku Husin Pangeran Anum, saudaraangkat Datuk Muhammad Basyir. Datuk sendiri turut dalam ekspedisi ini, mengiring Tuanku Husin dan sekaligus beliau sudah siap dengan bantuan Armada dari kesultanan Aceh ini akan merebut kembali negeri Bedagai dengan perang, membebaskan negeri ini dari diduduki Panglima Daud.
Bertolak ekspedisi dari Aceh ini pada 14 haribulan Safar 1270 atau bersamaan dengan tanggal 10 November 1853 menuju dan menyusuri pantai Pesisir Melayu, Deli pada khususnya memamerkan kekuatan dan kekuasaan kedaulatan Aceh. Samasekali tiada perlawanan dari pihak Deli, apalagi dari Panglima Daud yang menduduki negeri Bedagai.
Lalu Datuk Muhammad Basyir menuntut pembebasan kembali ahlibait beliau dari ditawan dan diasingkan Panglima Daud di Bandarkalipah Padang. Tentu saja dengan segera tuntutan ini dipenuhi.
Dari Bandarkalipah ahlibait Datuk Muhammad Basyir dibawa ke Bogak Batubahara. Di sini letak makam Datuk Bandarrahmat. Di sini adik Datuk Muhammad Basyir, Datuk Muhammad Baqi, berkedudukan dengan jabatan syahbandar dan menantu Datuk Muhammad Husin Raja Indera Muda, Datuk Bogak Batubahara.
Nampak baiknya koordinasi hubungan bersaudara di antara sesama anak Datuk Bandarrahmat dan di antara anak-anak Datuk Bandarrahmat dan keluarga Datuk Bogak Batubahara.
Datuk Muhammad Basyir meneruskan pelayaran ke Batubahara, menjenguk ahlibaitnya, tercatat tanggalnya, yaitu pada 25 haribulan Rajab 1270, dengan naik sekunar milik Sultan Aceh yang bernama “SERI DELI”.
Kelak kemudian Datuk Muhammad Basyir membawa pindah ahlibait beliau ke Bogak Batubahara ke negeri Langkat. Di Langkat mula-mula ditompangkan beliau dirumah temannya Baba Yu Beng. Sesudah setahun di situ pindah ke hilir Langkat yang dinamai Labuhandagang.
Tinggallah negeri Bedagai, bekas kampunghalaman Datuk Muhammad Basyir.
Jelas kontrasnya jalanhidup Datuk Muhammad Basyir dengan jalanhidup bapa beliau, Datuk Bandarrahmat almarhum.
Datuk Bandarrahmat dulu pendamping setia raja Deli, dari Tengku Amaluddin turun ke anaknya Sultan Osman, bercita-citakan suatu Pesisir Melayu yang bersatu, tegak sama tinggi, duduk sama rendah, baik dengan Siak di sebelah tenggara, maupun dengan Aceh disebelah baratlaut, dan oleh karena itu menolak beraja ke Siak, bersultan ke Aceh.
Tiba pada masa Datuk Muhammad Basyir, Justru konflik yang terjadi di antara beliau dan Sultan Osman. Datuk Muhammad Basyir sendiri seorang yang berkhidmat dan setia kepada Sultan Ibrahim ‘Alauddin Mansyursyah Negeri Aceh, sekaligus bapaangkatnya.
Demikian pula negeri Asahan dengan Yangdipertuannya. Turun-temurun setia kepada Sultan Aceh. Maklum Yangdipertuankan keturunan Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam Negeri Aceh.
Maka terdapatlah suatu kecocokan di antara Datuk Muhammad Basyir dan Yangdipertuan Negeri Asahan. Sama-sama bersikap memihak dan setia kepada Sultan Aceh.
Kiranya Yangdipertuan Negeri Asahanpun ariflah mengamati dari jauh, mengapa Datuk Muhammad Basyir yang memegang amanah menjaga negeri Bedagai, pergi mengahadap Sultan Ibrahim di Banda Aceh Kota Aceh Darussalam, sesudah Deli mengerahkan pasukan menyerang ke negeri Bedagai, lalu Sultan Ibrahim menitahkan suatu ekspedisi armada Aceh berpamer kekuasan kepada Deli. Supaya Delipun sadar, adalah dia dibawah kedaulatan Sultan Aceh. Ekspedisi itu bukan ditujukan kepada Asahan. Justru negeri ini negeri andalan Aceh di Pesisir Melayu.
Pada tahun kedatangan ekspedisi itu (1270 Hijriyyah, 1853 Masehi) Yangdipertuan Negeri Asahan masih Sultan Husinyah, kakanda Tengku Raja Siti. Baru pada tahun berikutnya (1854 Masehi) Sultan Husinsyah turun takhta. Digantikan oleh puteranya Sultan Ahmadsyah. Sultan atau Yangdipertuan Ahmadsyah inilah raja Asahan yang berperang melawan serangan Belanda ke negeri Asahan pada tahun 1865 Masehi.

1 komentar: